MUKOMUKO – Industri sawit merupakan salah satu sektor penting dalam perekonomian global, tetapi sering kali diperdebatkan karena dampak lingkungan dan sosialnya. Salah satu aspek yang paling berpengaruh dalam industri ini adalah harga sawit itu sendiri. Harga ini tidak hanya mempengaruhi para petani sawit tetapi juga mempengaruhi berbagai pemangku kepentingan lainnya, dari perusahaan besar hingga konsumen akhir di daerah ini.
Sejak beberapa tahun terakhir, harga sawit di Mukomuko telah mengalami fluktuasi yang signifikan. Penyebab fluktuasi ini bisa beragam, mulai dari faktor cuaca hingga kebijakan perdagangan internasional. Kenaikan harga sawit tidak ada kaitannya dengan kebijakan Pemkab Mukomuko.
Adapun salahsatu faktor yang mempengaruhi adalah permintaan global, dimana konsumsi minyak kelapa sawit di pasar global sangat tinggi, baik untuk keperluan makanan, kosmetik, dan bahan bakar biodiesel. Permintaan yang tinggi dapat mendorong kenaikan harga sawit di Indonesia, khususnya di Kabupaten Mukomuko.
Namun, anehnya harga sawit di Kabupaten Mukomuko selalu berada dibawah harga sawit di Kabupaten-kabupaten tetangga, seperti Kabupaten Pesisir Selatan (Pessel) dan Kabupaten Bengkulu Utara (BU).
Menanggapi hal tersebut, Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) National Coruption Watch (NCW) Kabupaten Mukomuko, Zlatan Asikin, menyoroti selisih harga sawit di Kabupaten Mukomuko yang selalu dibawah harga sawit di Kabupaten tetangga.
“Saya dalam waktu dekat akan menyurati seluruh pabrik yang ada di Kabupaten Mukomuko. Hal ini karena selisih harga sangat jauh, misalnya di Kabupaten Mukomuko dengan harga Rp.2500, namun di Lunang Pessel ataupun di Kabupaten Bengkulu Utara bisa sampai Rp.2750 sampai Rp.2800. Ya kalau toke sawit yang bawa ke sana pasti untung banyak, lantaran membeli di petani rata-rata Rp.2200,” ujarnya kepada awakmedia, Jum’at (27/9).
Dirinya mencurigai adanya permainan antara pihak-pihak yang berwenang, sehingga mempengaruhi harga sawit yang selalu dibawah Kabupaten tetangga. Salman mengatakan bahwa pihaknya akan menelusuri delivery order (DO) yang merupakan perantara antara pemilik kebun sawit dengan pihak perusahaan.
“Dan kita curiga, jangan-jangan ini permainan pengendali harga sawit di Mukomuko dan para pemegang DO sawit yang ada di Mukomuko dengan dalih kualitas sawit yang ada di Mukomuko tergolong rendah,” sampai Zlatan
Senada dengan Zlatan, pegiat petani sawit, Edy Mashury, juga dengan lantang menyuarakan kesejahteraan petani sawit di Mukomuko. Dirinya menyoroti penyebab rendahnya harga sawit di Mukomuko.
Menurutnya, banyaknya mafia sawit dan banyaknya pabrik sawit, bukannya petani sejahtera malah harga sawit di Kabupaten Mukomuko makin tertinggal.
“Banyaknya mafia sawit di Mukomuko itu peyebabnya adalah dengan banyaknya pabrik sawit, bukannya kita lebih sejahtera tetapi kita makin tertinggal akan harga dan info sawit dalam keadaan sekarang. Saya minta masyarakat harus pilih pemimpin yang mampu dorong hal ini, kebetulan ini momen Pilkada, kita minta kontrak politik akan hal ini,” pungkasnya.(*)